Kepala
Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta, Waluyo, menjelaskan pihak Kepolisian
Daerah Metro Jaya harus menyelesaikan pemberkasan perkara kasus dugaan
pembunuhan Wayan Mirna Salihin dalam waktu 120 hari.
Jika
pemberkasan belum selesai dalam 120 hari, maka pihak Polda Metro Jaya, harus
melepaskan tersangka kasus ini, Jessica Kumala dari penahanan.
“Kalau
berkasnya tidak selesai dalam 120 hari maka (tersangka) harus dibebaskan,” kata
Waluyo di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Kuningan, Jakarta, Selasa (16/2/2016).
Meski demikian, menurut Waluyo, batas waktu
tersebut bukan batas penyelesaian perkara.
“Penyidikan
terus dapat berlansung, hanya tersangka harus dibebaskan,” kata Waluyo.
Jessica
Kumala telah menjalani proses penahanan sejak 1 Februari 2016, setelah
ditangkap pada Neo Hotel, Mangga Dua Square, Jakarta pada Sabtu (30/2/2016).
Sebelumnya,
Wayan Mirna Salihin meninggal usai meminum kopi es Vietnam di Restoran Olivia
di West Mall Grand Indonesia lantai ground floor, Kecamatan Tanah Abang,
Jakarta Pusat, Rabu (6/1/2016).
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat,
Ajun Komisaris Besar Siswo mengatakan pihaknya sudah mengirim beberapa sampel
untuk diperiksa di Laboratorium Forensik Mabes Polri, antara lain cairan dari
lambung korban, lalu gelas pakai, dan cairan kopi vietnamens tersebut. Selain
itu untuk keterangan awal, pihaknya juga sudah memeriksa 5 saksi yakni 3
pegawai dan 2 rekan korban.
Kronologis
peristiwa itu dimulai pukul 16.09, di mana rekan korban, Siska datang ke gerai
tersebut pertama kali. Saat Siska datang, korban dan satu rekan lainnya belum
datang, yakni Hani.
Namun, Siska sudah memesankan minum untuk
keduanya. Dia memesan es Vietnam kopi untuk Mirna (korban). Sedangkan untuk
dirinya dan Hani, dipesankan Cocktail dan Fashioned Sazerac.
Lalu,
Siska pula yang membayar seluruh minuman itu. Selanjutnya, Mirna dan Hani
datang 40 menit kemudian, sekitar pukul 17.00.
Kemudian,
korban minum es Vietnam kopi, tapi setelah minum satu sedotan korban langsung kejang-kejang.
Dia lekas dibawa ke klinik di mal itu. Selanjutnya dibawa ke rumah sakit Abdi
Waluyo Menteng, Jakarta Pusat dan meninggal tak lama kemudian.
Jenazah Mirna sempat dimakamkan di rumah
duka RS Dharmais, Jakarta Barat dan sudah diotopsi di RS Polri Kramat Jati,
Jakarta Timur. Minggu (10/1/2016) siang, jenazah Mirna dimakamkan di Gunung
Gadung, Bogor, Jawa Barat disamping pemakaman nenek dan kakeknya.
Dalam
sidang hari Selasa (01/03) pagi, hakim tunggal, I Wayan Merta, menyebut
penangkapan yang dilakukan oleh kepolisian terhadap Jessica Wongso ‘sudah tepat
dan benar’.
Jessica
Kumala Wongso melalui pengacaranya mengajukan gugatan prapradilan terkait
penangkapannya oleh polisi yang mereka yakini tidak sah.
Yudi Wibowo Sukinto, pengacara Jessica,
dalam beberapa pernyataan kepada media mengatakan, ‘polisi tidak memiliki bukti
dan hanya menetapkan Jessica sebagai tersangka, dan menahannya karena tekanan
publik. Itu pelanggaran HAM’.
Namun
hakim menyatakan, ia tidak memeriksa hal tersebut, namun lebih pada apakah
penahanannya sah dan sesuai kewenangan polisi.
Karenanya,
kata Hakim I Wayan Merta di sidang itu, ‘permohonan pemohon praperadilan patut
ditolak seluruhnya’.
Hakim
memutuskan untuk menolak permohonan agar Jessica dibebaskan dan pencekalannya
dicabut.
Membantah terlibat
Dengan demikian,
Jessica akan tetap ditahan di rutan Polda Metro Jaya, sebelum diserahkan
berkasnya kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Polisi menahan Jessica
Kumala Wongso sebagai tersangka pembunuhan Wayan Mirna Salihin melalui apa yang
dikenal sebagai kasus ‘kopi sianida,’ di sebuah kedai kopi di Grand Indonesia,
Jakarta Pusat, 6 Januari 2016 lalu.
Selama tiga pekan,
kasus ini menjadi perbincangan publik dan akhirnya Jessica ditangkap di Hotel
Neo Mangga Dua, Jakarta Utara, pada Sabtu (30/01) pukul 07.45 WIB, setelah
beberapa jam sebelumnya, polisi menetapkannya sebagai tersangka.
Jessica, 27 tahun, adalah teman Mirna
ketika kuliah di Australia. Bersama seorang teman bernama Hani, mereka bertiga
bertemu dan minum di Kafe Olivier, Grand Indonesia, pada 6 Januari.
Namun,
setelah meminum secangkir Kopi Vietnam, Mirna meninggal dunia.
Berdasarkan
uji laboratorium, polisi memastikan ada 15 gram racun sianida di kopi yang
diminum Mirna, yang menewaskan perempuan 27 tahun tersebut.
Jessica
selama ini dia mengaku tidak mengetahui keberadaan racun di dalam kopi yang dia
pesan untuk Mirna.
Pengacara Hotman Paris Hutapea berbicara
panjang lebar soal kasus kematian Wayan Mirna Salihin. Utamanya terkait langkah
polisi yang menetapkan dan menahan Jessica Kusuma Wongso sebagai tersangka
pembunuhan Mirna. Hotman menyatakan keyakinannya bahwa Jessica akan bebas dari
jeratan hukum saat di pengadilan.
“Apa
ada psikolog, psikiater yang mempunyai kualifikasi untuk melihat gerakan tangan
di CCTV? Psikolog kan untuk mengenal kejiwaan seseorang dan itu prosesnya
lama,” kata Hotman di Bareskrim Polri Jumat (5/2).
Kalau
psikolog, masih kata Hotman, yang mengaku berbicara sebagai pengamat, menonton
CCTV lalu memberi kesimpulan apakah benar tangan Jessica memasukkan racun, maka
dia tidak berwenang untuk itu.
“Itu bukan bidang psikolog. Kalau memang
bisa kelihatan enggak usah psikolog, kamu aja yang disuruh ke sana. Saya,
selalu gini-gini (goyangkan tangan, Red), apa saya pencopet?,” sambungnya.
Hotman
juga menanggapi pernyataan ayah Mirna yang mengatakan jika ada SMS antara Mirna
dan Jessica soal ciuman. Menurutnya kalaupun benar, itu bukan berarti melandasi
kasus pembunuhan.
“Justru
yang harus dibuktikan, dan kalau itu tidak ada, berarti diduga bukan Jessica
pelakunya. Sesudah SMS mengatakan ciuman tersebut, sampai hari perkawinan
(Mirna) ada gak WA (dari Jessica) yang bernada kecewa marah-marah karena
ditinggal, atau misalnya cinta dikhianati, ada enggak?” tanya Hotman.
Kalau tidak ada bukti pendukung lain,
Hotman yakin bukan Jessica yang melakukan pembunuhan.
Menurut
pengacara Jessica, lanjutnya, yang memilih kopi Vietnam adalah Mirna yang minta
dipesanin duluan. Justru karena Jessica tidak tahu, maka dia datang ke sana dan
melihat dulu. “Hal tersebut sama apabila kita membuat janji dengan teman dan
jika dibilang ada kopi A, sedangkan kita tidak tahu, maka kalau kita sampai
lebih dahulu, maka kita akan lihat dulu mana kafenya, baru belanja. Artinya
lagi-lagi ini tidak ada kaitannya dengan pembunuhan. Tidak bisa disimpulkan
bahwa dipesankan kopi. Yang justru memesan kopi, Mirna,” lanjutnya.
Begitupun soal mengapa pesanan itu sudah
dibayar lebih dahulu, padahal Mirna pun belum datang ke kafe. Menurut Hotman
itu karena peraturan kafe dan tidak ada kaitannya harus dihukum mati.
“Soal
mengenai barang belanjaan ditaruh di meja (yang diduga untuk menutupi saat
racun dibubuhkan, Red), itu persis sifat saya. Setiap saya belanja saya selalu
taruh barang belanjaan di meja, karena takut hilang karena saya paranoid.
Apalagi, kita masih menunggu orang,” ujarnya.
Menurut Hotman pembuktian yang dilakukan
polisi dalam kasus ini hanyalah asumsi, sehingga kalau hanya asumsi dan kelak
Jessica bisa dihukum mati, maka menurutnya tentu itu tidak dibenarkan.
“Kalau
Jessica itu kakakmu atau adikmu, apakah setuju dihukum mati? Intinya sejak
sejarah Romawi kuno sampai sekarang banyak tindak pidana tidak dipecahkan. Itu
adalah risiko. Itu namanya unsolved crime,” sambungnya.
Seharusnya, kata Hotman, kasus ini bisa
dibuktikan secara meteriil, saksi, dan fakta, serta harus ada pengakuan dari
pelakunya.
“Susah
ditemukan kebenaran materiil. Kemungkinan bebas di pengadilan ada. Karena
begini, saya pernah dalam kasus sodomi (di JIS) dua saksi ahli bedah mengatakan
ada sodomi. Saya bikin dua lagi (ahli bedah) mengatakan tidak ada, akhirnya
bebas,” pungkasnya.
loading...
0 Response to "Pemberkasan Belum Selesai Dalam 120 Hari, Maka Pihak Polda Metro Jaya, Harus Melepaskan Jessica Kumala dari Penahanan."
Post a Comment